Permasalahan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) disaat Pandemi

 

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20210817061247-106-681360/ribuan-nakes-filipina-ramai-ramai-resign-kala-pandemi

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merupakan perhimpunan dokter – dokter di Indonesia dengan tujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran, serta meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merupakan satu – satunya organisasi profesi yang diakui oleh UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran.

            Terdapat beberapa profesi tenaga kesehatan, salah satunya adalah dokter. Dokter merupakan sebuah profesi yang sangat mulia karena berkaitan dengan hal keperawatan, pengobatan, dan penyelamatan terhadap orang yang sedang sakit. Namun, disisi lain profesi dokter mengandung potensi risiko yang sangat besar, misalnya risiko tuntutan hukum dari pasien. Menurut Hariyani (2005), pengertian Dokter adalah pihak yang mempunyai keahlian di bidang kedokteran. Astuti (2009) menjelaskan bahwa dokter merupakan orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam pelayanan kesehatan.

Berdasarkan dari pengertian – pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dokter merupakan seseorang yang telah lulus pendidikan kedokteran di bawah hukum yang diberi kewenangan untuk melakukan praktik kedokteran dalam upaya pelayanan kesehatan.

Kasus pandemi Covid-19 yang telah melanda berbagai negara di dunia, kini masuk ke Indonesia. Pandemi ini terjadi pada saat awal 2020 lalu hingga saat ini. WHO (2020) memberi pernyataan bahwa Covid-19 merupakan sindrom pernafasan akut yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 yang menular dan sering disebut dengan virus corona dimana virus ini merupakan virus yang baru ditemukan yang dapat menyerang manusia. Seseorang yang telah terpapar virus Covid-19 ini memiliki keluhan pada saluran pernapasan, meningkatnya suhu tubuh diatas 38 derajat celsius, batuk, pilek, dan nyeri pada tenggorokan (Arum, 2020).

    Kasus korban yang terpapar virus, angka kematian, hingga pasien yang sembuh masih terus mengalami update dari pihak WHO sendiri dimana masih mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Dalam merawat pasien Covid-19, perawat dan petugas medis lainnya pertama kali perlu mempersiapkan diri terutama mental sebelum terjun menjadi garda terdepan melawan virus dan merawat pasien yang terinfeksi virus dimana tenaga medis tersebut akan berhadapan langsung dengan virus Covid-19. Perlu adanya kesiapan mental karena dengan berhadapan langsung dan merawat pasien mereka tentu juga mengalami ketakutan yang mendalam, mengingat risiko dalam merawat pasien Covid-19 dampak nya sangat tinggi.

Permasalahan yang muncul saat itu adalah dimana dokter, perawat, dan semua yang termasuk tenaga medis mengalami adanya keterbatasan APD (Alat Pelindung Diri) untuk digunakan dalam melindungi dirinya dari virus corona saat merawat pasien yang terinfeksi dimana para tenaga medis harus menekan perasaannya sendiri saat menghadapi pasien Covid-19 yang terus bertambah. Hal ini menyebabkan banyak dari tenaga medis terutama dokter yang juga menjadi korban Covid-19 karena terpapar saat merawat pasien.

Kurangnya ketersediaan APD lengkap ini menyebabkan timbulnya kecemasan dan ketakutan tersendiri bagi tenaga medis yang berada di garda terdepan. APD memiliki tiga fungsi, yakni untuk tindakan pencegahan melalui udara, tetesan, dan kontak umum. Penularan yang terjadi pada manusia dapat melalui kontak langsung atau droplets. Sehingga, tenaga medis yang merawat dan melakukan pemeriksaan terhadap pasien Covid-19 diharuskan menggunakan APD lengkap agar terhindar dari penularan Covid-19. APD terdiri dari sarung tangan, masker medis, kacamata atau pelindung wajah, dan baju pelindung, serta prosedur khusus, sepatu bot, respirator (misal N95 atau standar FFP2 atau setara) dan celemek (Siahaan, Hidayat, & Tarigan, 2021).

Kekurangan APD terbukti banyak terjadi di beberapa sarana pelauanan kesehatan di berbagai daerah. Tidak hanya sarana pelayanan kesehatan swasta, namun rumah sakit pemerintah maupun puskesmas juga tidak luput mengalami keterbatasan APD. Banyak rumah sakit di kota – kota besar Pulau Jawa yang terpaksa menggunakan APD yang tidak sesuai standar. Harga APD yang mengalami kenaikan juga menjadi salah satu penyebab sarana pelayanan kesehatan tidak mampu menyediakan APD yang memadai untuk petugas medis.

Mengingat kasus Covid-19 semakin tinggi sehingga adanya peningkatan kebutuhan APD hal tersebut dikarenakan tidak meratanya distribusi penyaluran bantuan, terbatasnya sumber daya dan akses ke rumah sakit yang berada di daerah terpencil, kualitas APD yang tidak memadai serta penggunaan APD yang tidak rasional. Hal tersebut merupakan faktor – faktor yang berpotensi menyebabkan rumah sakit mengalami kekurangan APD yang sesuai standar dan mampu melindungi tenaga medis dari paparan virus Covid-19.

Upaya demi upaya untuk menghindari adanya risiko kekurangan APD telah banyak dilakukan. Penambahan kuota impor, peningkatan kapasitas produksi termasuk melibatkan industri rumah tangga untuk memproduksi APD hingga mengatur rantai distribusi dan memanfaatkan jalur birokrasi melalui dinas kesehatan untuk menyalurkan APD terus dilakukan seoptimal mungkin.

Untuk mengatasi kekurangan APD pada saat pandemi harus memiliki perencanaan yang cukup matang dengan mempertimbangkan banyak hal. Komunikasi dan juga kerja sama sangat dibutuhkan terutama untuk tenaga medis lintas rumah sakit. Rumah sakit harus mampu mengidentifikasi status kekurangan APD yang mereka hadapi agar mampu melakukan intervensi dan antisipasi yang tepat. Langkah – langkah yang perlu diperhatikan agar alokasi sumber daya terkait kebutuhan APD menjadi efektif yaitu meliputi, meminimalkan kebutuhan APD, memastikan penggunaan APD yang rasional serta melakukan koordinasi mekanisme manajemen rantai pasokan APD.

 

Referensi:

Dr. apt. Endang Yuniarti, M.Kes. 2020. Strategi Mitigasi Pada Kondisi Kekurangan Alat Pelindung Diri di Tengah Pandemi COVID-19. https://farmasi.ugm.ac.id/id/strategi-mitigasi-pada-kondisi-kekurangan-alat-pelindung-diri-di-tengah-pandemi-covid-19/. Diakses pada 4 November 2021, pukul 22.25 WIB.

Handayani, R. T., Kuntari, S., Darmayanti, A. T., Widiyanto, A., & Atmojo, J. T. (2020). Faktor penyebab stres pada tenaga kesehatan dan masyarakat saat pandemi covid-19. Jurnal Keperawatan Jiwa8(3), 353-360.

Isfandyarie, A, 2006, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku I, Prestasi Pustaka Publisher: Jakarta.

Sinaga, J., Sijabat, F., Pardede, J. A., & Hutagalung, S. N. S. (2021). Keterbatasan APD terhadap Kesiapan Mental Perawat dalam Merawat Pasien Covid-19. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa4(3), 517-524. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Risiko Petani Akibat Irigasi Terhambat karena Renovasi Sungai

UAS SOSIOLOGI HUKUM: PERUBAHAN HUKUM DI INDONESIA

Resensi Buku "Mengendalikan Stres"