Tugas Sosiologi Perkotaan: Pembangunan Perkotaan di Indonesia

 Ardina Muthaharatul Fitriani

NIM. 19413244001

Pendidikan Sosiologi 2019 A

Tugas Sosiologi Perkotaan

Dosen Pengampu : Aris Martiana, M.Si 


Sosiologi perkotaan adalah bagian dari studi sosiologi mengenai gejala sosial yang didalamnya terdapat interaksi sosial di wilayah perkotaan. Sosiologi perkotaan mempelajari masyarakat perkotaan dengan berbagai macam interaksi sesuai dengan lingkungan profesinya. Oleh karena itu, penduduk yang tinggal di daerah perkotaan akan dipengaruhi oleh kota.

Pembangunan adalah proses perubahan sosial yang direncanakan. Adanya rencana, pelaksanaan, dan evaluasi dari program tersebut dilakukan secara sistematis yang memiliki tujuan untuk mensejahterakan masyarakat di suatu wilayah tersebut. Pembangunan akan semakin baik apabila tidak hanya menitikberatkan pada pembangunan fisik, akan tetapi seiring dengan pembangunan nonfisik yaitu sumber daya manusia. Kedua hal tersebut yang dilakukan dalam pembangunan sangat berarti untuk mencapai kehidupan bangsa yang beradab.

Perubahan kota meliputi tempat tinggal, kegiatan ekonomi, dan pusat pemerintahan. Ketiga hal tersebut akan dikaji dalam tata kota, yang memiliki tujuan mewujudkan kesejahteraan masyarakat, sehingga dalam proses pembangunan berkelanjutan peran masyarakat dengan kearifan lokal perlu diberikan teknis dan mekanisme yang jelas.

Struktur kota adalah tatanan beberapa bagian yang menyusun suatu kota yang menunjukkan ketertarikan antar bagian. Membentuk pola kota yang menginformasikan kesesuaian lahan, kependudukan, manfaat lahan, sistem transportasi dan lainnya.

Menurut Bourne (1982) struktur kota terbentuk dari tiga kombinasi elemen berikut :

  1. Bentuk Kota, pola atau penataan ruang dari tiap-tiap elemen kota seperti bangunan dan penggunaan lahan, kelompok sosial, kegiatan ekonomi dan kelembagaan di dalam kota
  2. Interaksi kota, terbentuk dari sejumlah hubungan kaitan dan aliran pergerakan yang mengintegrasikan elemen-elemen dalam kota.
  3. Mekanisme pengaturan yang ada di dalam kota merupakan mekanisme yang menghubungkan kedua elemen sebelumnya kedalam struktur kota yang berbeda.

Struktur kota menurut teori konsentris

Teori Zona Konsentris

Oleh E.W. Burgess yang menggambarkan struktur kota sebagai pola lima zona lingkaran konsentris. Dinamika perkembangan kota akan terjadi dengan meluasnya zona pada setiap lingkaran.

Zona 1: Daerah Pusat Kegiatan (DPK) atau Central Business District (CBD)

Zona 2: Peralihan, (zona perdagangan beralih ke permukiman)

Zona 3: permukiman kelas pekerja atau buruh

Zona 4: permukiman kelas menengah

Zona 5: penglaju, (zona permukiman beralih ke zona pertanian)

 

Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang terkenal akan daerah istimewa, kebudayaan, dan pariwisatanya. Salah satu destinasi wisata yang ada di Kota Yogyakarta adalah Malioboro.

Pada pusat kota Yogyakarta, terdapat kawasan Nol Kilometer. Tempat ini biasa ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun domestic, karena tempatnya yang indah di tengah keramaian.







Kawasan tersebut kerap dikunjungi oleh wisatawan karena lokasinya dekat dengan beberapa tempat wisata lainnya. Selain itu, Titik Nol Kilometer Jogja ini juga memiliki beberapa bangunan kuno dengan suasana vintage yang membuat wisatawan senang berjalan-jalan dan berfoto disana. Bangunan kuno yang ada di sana adalah Kantor Pos Besar Yogyakarta yang dikenal juga sebagai Kantor Pos Titik Nol. Kantor pos ini sudah ada sejak zaman Hindia Belanda dan bangunannya masih kokoh hingga saat ini. Gedung kuno tersebut masih menjadi kantor pos hingga kini dan kondisinya dirawat dengan baik. Selain Kantor Pos Besar juga terdapat Bank BNI Yogyakarta yang bangunannya berada di tepi simpang jalan. Hal tersebut membuat gedung BNI tersebut selalu dilirik oleh pengunjung karena bangunannya yang megah dan luas serta masih bernuansa kuno dan vintage. Selain kedua bangunan tersebut juga terdapat kantor DPRD DIY dan juga Benteng Vredeburg.

Di Malioboro terdapat sebuah kegiatan ekonomi, yaitu di sepanjang jalan Malioboro dan di kawasan Pasar Beringharjo.




Masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan, terutama di sekitar kawasan Malioboro, tentu saja mereka mencari peluang dalam melakukan sebuah kegiatan ekonomi dengan berjualan di Malioboro. Mulai dari menjual kaos, makanan tradisional, blangkon, jaket, sendal, gantungan kunci, miniatur yang bernuansa khas jogja, dan lain lain. Dengan memanfaatkan peluang ini, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari melalui berjualan di Malioboro. Mereka telah mengetahui bahwa di Malioboro akan banyak sekali wisatawan lokal maupun domestik yang berwisata di Malioboro.

Selain di Malioboro, masyarakat kota Yogyakarta juga berjualan di Pasar Beringharjo. Pasar ini terkenal di kalangan orang Jogja maupun luar Jogja. Pasar Beringharjo menjual berbagai jenis batik, baju, kemeja, kaos, celana, dan benda-benda lainnya, bahkan terdapat masyarakat yang menjual benda antik juga di pasar ini. Dengan demikian, Pasar Beringharjo juga merupakan tempat untuk melakukan kegiatan ekonomi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan.

Apabila dianalisis dengan menggunakan struktur kota menurut teori zona konsentris, Malioboro, Pasar Beringharjo, Titik Nol Kilometer merupakan zona 1, karena merupakan daerah pusat kegiatan (DPK).

Selain bangunan kuno yang bernuansa vintage serta kawasan pusat perdagangan serta pariwisata di daerah Malioboro, Kota Yogyakarta juga terkenal dengan tempat wisata Tugu Jogja.





Tugu Yogyakarta merupakan salah satu ikon di Kota Yogyakarta yang sangat terkenal. Wisata ini berupa monumen yang terletak di tengah perempatan Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Jenderal Soedirman, Jalan A.M Sangaji, dan Jalan Diponegoro. Monumen ini berusia hampir 3 abad. Tugu Jogja ini menarik karena sejarahnya dan letaknya yang strategis. Letak Tugu strategis karena terhubung dengan garis dari Titik Nol Kilometer ke sebelah Utara.

Pada gambar tersebut diperlihatkan bahwa jalan di wilayah Tugu sedang mengalami renovasi, hal ini termasuk dalam pembangunan wilayah perkotaan yang direncanakan.

Apabila dianalisa menurut teori zona konsenstris, wilayah Tugu Jogja ini termasuk ke wilayah zona 2 atau peralihan. Karena tempatnya yang strategis dan berada di perempatan jalan, dari ke empat jalan tadi adalah jalan dari wilayah perdagangan yang beralih ke wilayah permukiman.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Risiko Petani Akibat Irigasi Terhambat karena Renovasi Sungai

UAS SOSIOLOGI HUKUM: PERUBAHAN HUKUM DI INDONESIA

Resensi Buku "Mengendalikan Stres"