UAS SOSIOLOGI HUKUM: PERUBAHAN HUKUM DI INDONESIA
PERUBAHAN HUKUM DI INDONESIA YANG DAPAT MENYEBABKAN PERUBAHAN SISTEM PADA MASYARAKAT
"UU ITE"
Mata Kuliah Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu: Aris Martiana, S.Pd., M.Si.
Disusun Oleh:
Ardina Muthaharatul Fitriani
NIM. 19413244001
Pendidikan Sosiologi 2019 A
(https://www.metrokaltara.com/keadilan-hukum/)
PROSES
TERJADINYA HUKUM
Pada awalnya,
hukum disebut sebagai folkways (kebiasaan). Kebiasaan merupakan perilaku
yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama. Perilaku tersebut menjadi pola
perilaku yang disebut norma. Dapat dimisalkan seperti untuk tidak makan sambil berdiri.
Dalam perkembangannya, terdapat nilai-nilai yang perlu dipertahankan secara
lebih juat, untuk itu kemudian ditetapkan mores (adat istiadat). Misalnya
adanya larangan untuk melakukan tindakan pemerkosaan. Dalam masyarakat modern,
nilai-nilai dipertahankan dengan adanya hukum. Kebiasaan tidak memiliki
kekuatan yang mengikat yang mengharuskan atau melarang seseorang untuk berperilaku.
Adat istiadat memiliki kekuatan yang mengikat yang mengharuskan seseorang
berperilaku tertentu, jika tidak atau melanggar, maka akan dikenakan “sanksi”.
Hukum sendiri
merupakan tatanan serta satu kesatuan utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau
unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lain. Kemudian dalam dunia hukum
dikenal dengan adanya sistem hukum, yang dimaksudkan sebagai suatu kesatuan yang
terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan
bekerjasama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.
PERUBAHAN SISTEM
HUKUM DI INDONESIA
Nilai-nilai atas
sesuatu memiliki sifat yang relatif, saat ini disukai dan di kemudian hari
tidak disukai oleh anggota masyarakat, maka hukum pun dapat tidak bermakna lagi
dan perlu diganti dengan yang baru. Hal ini dikarenakan anggota masyarakat yang
bersifat dinamis, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang ada, seperti pengalaman
hidup, pendidikan yang ditempuh, pengalaman agama, dan faktor lainnya. Kesepakatan
diambil oleh sebagian besar anggota masyarakat, berkaitan dengan mereka yang
tidak menyetujui adanya kesepakatan tersebut harus mengobjektifkan diri pada kesepakatan
yang telah dibentuk tersebut, artinya mereka harus mematuhi kesepakatan atau
hukum yang telah disepakati tersebut jika masih ingin menjadi anggota
masyarakat tersebut. Siapapun yang melanggar, baik yang tidak setuju maupun yang
setuju pada kesepakatan tersebut, akan dikenakan sanksi.
Pada dasarnya
jika dalam suatu masyarakat tidak ada sesuatu yang bernilai atau sesuatu yang
dihargai, maka tidak akan ada hukum. Pada awal kehidupan manusia di zaman batu,
manusia dapat hidup dari lingkungan hidupnya. Alam telah menyediakan kebutuhan
hidup bagi manusia. Misalnya seperti buah untuk dimakan, siapa yang ingin makan
hanya tinggal pergi ke hutan dan mengambilnya untuk dimakan.
HUBUNGAN
PERUBAHAN HUKUM DAN KEADAAN MASYARAKAT
Di dalam sistem
hukum tentu terdapat beberapa fungsi hukum yang berkaitan dengan adanya perubahan
hukum dengan keadaan masyarakat. Hukum memiliki fungsi sebagai Sarana
Pengendalian Sosial, Sarana Rekayasa Sosial, dan Sarana Pengintegrasian.
- 1. Hukum sebagai sarana pengendalian sosial
Dalam
hal ini hukum adalah suatu sarana pemaksa yagn melindungi warga masyarakat dari
adanya ancaman maupun perbuatan-perbuatan yang membahayakan diri serta harta
benda. Hukum sebagai sarana kontrol sosial berguna untuk mempertahankan
ketertiban yang telah ada.
- 2. Hukum sebagai sarana rekayasa sosial
Hukum
dilihat sebagai suatu alat atau sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan politik
negara, tujuan-tujuan praktis (sosial engineering by law). Dalam
rekayasa sosial yang menjadi pokok persoalan adalah bagaimana kita menggerakkan
tingkah laku anggota masyarakat atau mencapai keadaan yang diinginkan melalui hukum.
- 3. Hukum sebagai sarana pengintegrasian
Hukum
dapat berfungsi untuk mengintegrasikan anggota-anggota masyarakat yang memiliki
perbedaan latar belakang. Pada dasarnya masyarakat Indonesia adalah masyarakat
yang plural, yang meliputi berbagai suku bangsa di Indonesia, yang masing-masing
tentu memiliki pranata sosial yang berbeda satu sama lain. Hal tersebut dapat
terintegrasi antara lain karena masyarakat Indonesia menerima UUD 1945 sebagai
suatu aturan untuk hidup berbangsa dan bernegara.
Dengan
demikian, sebenarnya hukum dapat pula dikatakan sebagai alat atau sarana untuk
mengubah masyarakat. Dalam hal ini, fungsi manifes dari hukum adalah
menciptakan masyarakat yang lebih maju.
Dengan
adanya 3 fungsi hukum yang telah dijelaskan di atas, tentu saja memiliki pengaruh
adanya perubahan hukum, karena pada dasarnya hukum di Indonesia dapat berubah dengan
melihat keadaan masyarakat saat itu juga.
CONTOH PERUBAHAN
HUKUM DI INDONESIA
Contoh kasus
perubahan hukum di Indonesia salah satunya terdapat pada adanya tambahan peraturan
perundang-undangan dalam UUD 1945, yaitu UU ITE.
UU ITE atau Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang Undang nomor 11 tahun 2008
adalah UU yang mengatur mengenai informasi serta transaksi elektronik, atau
teknologi informasi secara umum. UU ini memiliki yurisdiksi yang berlaku untuk
setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam
Undang-undang ini, baik yang berada di wilayah Indonesia, maupun di luar
wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia
dan atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia
Pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
- 1) Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia
- 2) Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
- 3) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik
- 4) Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan pada bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab
- 5) Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi
Secara umum,
materi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dibagi menjadi
dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik
dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilanggar. Pengaturan mengenai informasi
dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional. Artinya,
untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat
umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik.
Beberapa aturan
yang berlaku, antara lain:
- Pengakuan informasi atau dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE);
- Tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE);
- Penyelenggaraan
sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU
ITE);
- Penyelenggaraan
sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);
- Perbuatan
yang dilarang atau cybercrimes. Beberapa cybercrimes yang diatur
dalam UU ITE, antara lain:
a. Konten
illegal, yang terdiri dari kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran
nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE);
b. Akses
illegal (Pasal 30);
c. Intersepsi
illegal (Pasal 31);
d. Gangguan
terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE);
e. Gangguan
terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE);
f. Penyalahgunaan alat dan perangkat (missue of
device, Pasal 34 UU ITE);
- Perbuatan
yang dilarang atau cybercrimes. Beberapa cybercrimes yang diatur
dalam UU ITE, antara lain:
a. Konten
illegal, yang terdiri dari kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran
nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE);
b. Akses
illegal (Pasal 30);
c. Intersepsi
illegal (Pasal 31);
d. Gangguan
terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE);
e. Gangguan
terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE);
f. Penyalahgunaan alat dan perangkat (missue of
device, Pasal 34 UU ITE);
Penyusunan materi
UU ITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi
pendidikan yaitu Universitas Padjajaran (UNPAD) dan Univesitas Indonesia (UI). Tim
Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi, sedangkan Tim UI oleh Departemen
Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan
para pakar di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang kemudian menamai naskah akademisnya
dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai
naskah akademisnya dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik. Kedua
naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh
tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang
Yudhoyono), sehingga namanya menjadi Undang-undang Transakasi Elektronik
sebagaimana disahkan oleh DPR.
Peraturan pelaksanaan
UU ITE sendiri terdiri dari Sembilan pasal UU ITE mengamanatkan pembentukan Peraturan
Pemerintah, meliputi:
1. Lembaga
Sertfikasi Keandalan (Pasal 10 ayat 2);
2. Tanda
Tangan Elektronik (Pasal 11 ayat 2);
3. Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik (Pasal 13 ayat 6);
4. Penyelenggara
Sistem Elektronik (Pasal 16 ayat 2);
5. Penyelenggara
Transaksi Elektronik (Pasal 17 ayat 3);
6. Penyelenggara
Agen Elektronik (Pasal 22 ayat 2);
7. Pengelolaan
Nama Domain (Pasal 24);
8. Tata
Cara Intersepsi (Pasal 31 ayat 4);
9. Peran
Pemerintah dalam Pemanfaatan TIK (Pasal 40);
Penyelenggaraan Sistem
Transaksi Elektronik sendiri dijelaskan bahwa pada poin no. 1-7 dijadikan satu
peraturan pemerintah, dan juga sudah disahkan yaitu Peraturan Pemerintah no. 82
tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik (PP PSTE). Peraturan
Pemerintah ini disusun sejak pertengahan tahun 2008 dan disampaikan ke
Kemkumham pada awal tahun 2010. Kemudian dilakukan harmonisasi pertama, dan
Menkumham menyerahkan hasilnya ke Menkominfo pada 30 April 2012. Menkominfo menyerahkan
naskah akhir RPP ini ke Presiden pada 6 Juli 2012 dan ditetapkan menjadi PP 82
tahun 2012 pada 15 Oktober 2012. PP ini mengatur sistem elektronik untuk
pelayanan publik dan non-pelayanan publik, sanksi administrative, tanggung
jawab pidana serta perdata penyelenggara, sertifikasi, kontrak, dan tanda
tangan elektronis, serta penawaran produk melalui sistem elektronik. (Aspek
Hukum Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Ronny, 2013).
TEORI SOSIOLOGI
HUKUM
Adanya perubahan
hukum seperti contoh di atas tentu saja berkaitan dengan adanya teori sosiologi
hukum, yakni teori Fungsionalisme Struktural.
Teori Fungsionalisme
Struktural menekankan pada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik
dan semua perubahan dalam masyarakat. Menurut teori ini, masyarakat adalah
suatu sistem sosial yang terdiri dari elemen-elemen yang saling berkaitan dan
saling menyatu dalam keseimbangan. Dalam perspektif fungsionalis, suatu
masyarakat dilihat sebagai suatu jaringan kelompok yang bekerja sama secara
terorganisasi yang bekerja dalam suatu cara yang sedikit teratur menurut
seperangkat peraturan dan nilai yang dianut oleh sebagian masyarakat. Teori ini
beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi
suatu masyarakat. Dengan demikian seperti halnya peperangan, ketidaksamaan sosial,
perbedaan ras, bahkan kemiskinan “diperlukan” dalam suatu masyarakat. Perubahan
dapat terjadi secara perlahan dan kalaupun terjadi suatu konflik maka penganut
teori ini memusatkan perhatian kepada masalah bagaimana cara menyelesaikan
masalah tersebut agar masyarakat kembali menuju suatu keseimbangan.
Masyarakat
dipandang sebagai suatu sistem yang stabil dengan suatu kecenderungan kea rah keseimbangan,
yaitu suatu kecenderungan untuk mempertahankan sistem kerja yang selaras dan
seimbang. Perubahan sosial menganggu keseimbangan masyarakat yang stabil, namun
tidak lama kemudian terjadi keseimbangan baru. Nilai atau kejadian pada suatu
waktu atau tempat dapat menjadi fungsional atau disfungsional pada saat dan
tempat yang berbeda. Bila suatu perubahan sosial tertentu mempromosikan suatu
keseimbangan yang serasi, hal tersebut dianggap fungsional bila perubahan
sosial tersebut menganggu keseimbangan, hal tersebut merupakan gangguan
fungsional, bila perubahan sosial tidak membawa pengaruh, maka hal tersebut
tidak fungsional.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, R. (2012). Sosiologi hukum: kajian hukum secara sosiologis. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Sujamawardi, L.
H. (2018). Analisis Yuridis Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi, 9(2).
Umanailo, M. C.
B. (2019). TALCOT PARSON AND ROBERT K MERTON.
Komentar
Posting Komentar